
SEGELAS KOPI DAN KETULUSAN HATI
Segelas kopi biasanya identik dengan suasana santai dalam sebuah proses kreatif seseorang. Suatu keadaan yang sebenarnya isi kegiatan cukup berat namun harus dikondisikan agar terasa ringan dalam menjalankanya. Maka paduan rasa manis dan pahitnya kopi menjadi pas sebagai sebuah perumpamaan.
Bagi para penikmat anyaman kata, suguhan sebuah karya dalam bentuk puisi, cerpen, novel atau lainnya adalah sebuah penantian yang panjang. Penyair, Cerpenis atau Novelis biasanya membutuhkan sebuah keadaan khusus untuk dapat melakukan proses ‘menjadinya’ sebuah karya. Mood seringkali menjadi ‘kambing hitam’ bagi para penganyam kata sebagai dalih atas nihilnya sebuah karya. Namun proses ini akan selalu ditunggu dengan sabar oleh para fans yang sudah kadung tresno dengan karya yang dilahirkan.
Rasa yang disajikan dalam bahasa para penganyam rasa dikemas sedemikian rupa untuk tetap dapat diterima dengan baik. Menelusuri karya sastra identik dengan eksplorasi kuliner bagi para pemanja lidah. Irisan persamaannya adalah berbicara tentang rasa. Bagiamanapun kepuasan itu akan terpenuhi ketika rasa itu sudah sampai kepada lubuknya, yaitu hati.
Ide atau tema dalam sebuah karya sastra menjadi sebuah perwakilan isi hati atau kegelisahan dari sebuah karya. Maka tidak heran bila sebuah karya yang lahir dengan proses yang panjang dan dalam akan cepat diterima dan para penikmatnya langsung jatuh hati. Karena sesuatu yang berasal dari hati akan diterima oleh hati. Hal itu terjadi pada sebuah karya sastra yang menjadi masterpiece, ia akan abadi.
Ketulusan sebuah karya akan ditangkap sinyalnya dengan baik ketika menyajikan sebuah bangunan komunikasi antara manusia dengan Dzat Tuhan sebagai sesuatu yang tak terhingga (no limit). Dan rasa cinta, atau sebuah pengakuan dosa kepada Dzat yang Maha Tinggi akan dapat dicerna oleh nalar dan hati.
Ketulusan adalah sebuah sajian rasa yang diperoleh dari proses berlatih yang tidak mudah. Setidaknya ada tiga anasir yang awalanya seolah terpisah namun sejatinya satu, yakni jiwa, raga dan rasa.
Olahan ketiganya haruslah dengan takaran yang pas sehingga akan terlihat dan terasa dengan sangat apik. Proses kreatif sebuah karya sastra diyakini menjadi salah satu metode untuk mengolah rasa. Dengan demikian keseimbangan dari unsur materi dan immateri sangatlah penting dilatih kepada setiap orang. Proses ini diyakini mampu untuk menyebabkan seseorang peka terhadap diri dan lingkungannya. Puncak dari olah rasa ini adalah lahirnya diksi yang baik dan benar dengan racikan intonasi dalam sebuah kominkasi dan interaksi antar ruang.
Ketulusan adalah bagian dari keindahnya akhlak yang akan dapat terlihat ketika seseorang mampu melewati training ragawi dan workshop lisan. Sajian bahasa tubuh yang pas, pilihan kata dan kalimat yang pas akan menjadi indikasi bahwa seseorang mampu memadukan antaras jiwa, raga dan rasa yang luhur.
DESAU RISAU
Pada sepetak ladang usang
gurat lelah pecah di bawah terik
umur lebur dalam kepulan arang
Ilalang menari bersama nyanyian jangkrik
Jeritan emprit haji bersautan menghalau desau
pacu kepak sayap kecil menyusuri rinai khofi
menuju sarang yang padat dengan risau
tentang rindu dan janji yang sepi
Mulut-mulut penuh dengan batang padi
lumbung-lumbung penuh beras terisi
suara angin sore mengalun parau
ketika barisan shaf sunyi di surau surau
ketika hati kosong dalam hening
hentakan Jahar diam di bawah bulan
detik merayap meninggalkan terang
bersama bintang menanti di keabadian
Sepotong ketela habis bersama kelakar
sepasang kekasih menyatu dalam senyuman
syukur yang dalam mengayun dalam jahar membakar
gemuruh khofi lantang mengawal ingatan
Tangerang Selatan, 13 Februari 2021
Coach Tata
QUOTES
“Membanjiri hati dengan selalu ingat kepada Alloh adalah seperti hujan yang turun di kemarau yang panjang”
Coach Tata